- Back to Home »
- Kuliah Semester 1 »
- Tugaas Terstruktur Agama Islam (Hikmah Silaturahmi)
Posted by : Unknown
Rabu, 07 Desember 2011
SILATURAHMI
Silaturahmi
merupakan ibadah yang sangat agung, mudah dan membawa berkah. Kaum muslimin
hendaknya tidak melalaikan dan melupakannya. Sehingga perlu meluangkan waktu
untuk melaksanakan amal shalih ini. Demikian banyak dan mudahnya alat
transportasi dan komunikasi, seharusnya menambah semangat kaum muslimin
bersilaturahmi. Bukankah silaturahmi merupakan satu kebutuhan yang dituntut fitrah
manusia? Karena dapat menyempurnakan rasa cinta dan interaksi sosial antar umat
manusia. Silaturahmi juga merupakan dalil dan tanda kedermawanan serta
ketinggian akhlak seseorang.
Silaturahim
termasuk akhlak yang mulia. Dianjurkan dan diseru oleh Islam. Diperingatkan
untuk tidak memutuskannya. Allah Ta’ala telah menyeru hambanya berkaitan dengan
menyambung tali silaturahmi dalam sembilan belas ayat di kitab-Nya yang mulia.
Allah Ta’ala memperingatkan orang yang memutuskannya dengan laknat dan adzab, diantara
firmanNya,
فَهَلْ
عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا فِي اْلأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا
أَرْحَامَكُمْ أُوْلَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى
أَبْصَارَهُمْ
Artinya: “Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa
kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan ?
Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikanNya telinga mereka,
dan dibutakanNya penglihatan mereka.” (QS Muhammad 47:22-23).
وَاتَّقُوا
اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ
رَقِيبًا
Artinya: “Dan bertakwalah kepada Allah yang
dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.” (QS An Nisaa’ 4:1).
Juga sabda Rasulullah
Shallallahu’alahi Wasallam ,
مَنْ
أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ
فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang senang untuk
dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya), maka
hendaklah ia menyambung (tali) silaturahim.”
TAKHRIJ
HADITS
مَنْ
سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ
فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang suka dilapangkan
rizkinya dan diakhirkan ajalnya, maka sambunglah silaturahim.”
MAKNA
KOSA KATA HADITS
- الأَثَ bermakna ajal, karena dia
ikuti kepada kehidupan dalam jejak-jejaknya, dan
- بَسْطُ رِزْقِهِ bermakna dilapangkan dan diperbanyak, dikatakan pula bermakna berkah di dalamnya (yakni diberkahi rizkinya).
- بَسْطُ رِزْقِهِ bermakna dilapangkan dan diperbanyak, dikatakan pula bermakna berkah di dalamnya (yakni diberkahi rizkinya).
FAIDAH
HADITS
Hadits
yang agung ini memberikan salah satu gambaran tentang keutamaan silaturahmi.
Yaitu dipanjangkan umur pelakunya dan dilapangkan rizkinya.
Adapun penundaan ajal atau perpanjangan umur, terdapat satu permasalahan ; yaitu bagaimana mungkin ajal diakhirkan? Bukankah ajal telah ditetapkan dan tidak dapat bertambah dan berkurang sebagaimana firmanNya,
Adapun penundaan ajal atau perpanjangan umur, terdapat satu permasalahan ; yaitu bagaimana mungkin ajal diakhirkan? Bukankah ajal telah ditetapkan dan tidak dapat bertambah dan berkurang sebagaimana firmanNya,
وَلِكُلِّ
أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لاَيَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً
وَلاَيَسْتَقْدِمُونَ
Artinya: “Maka apabila telah datang waktunya
mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula)
memajukannya.” (QS Al A’raf: 34).
Jawaban para ulama
tentang masalah ini sangatlah banyak. Di antaranya,
Pertama.
Yang dimaksud dengan tambahan di sini, yaitu tambahan berkah dalam umur.
Kemudahan melakukan ketaatan dan menyibukkan diri dengan hal yang bermanfaat
baginya di akhirat, serta terjaga dari kesia-siaan.
Kedua.
Berkaitan dengan ilmu yang ada pada malaikat yang terdapat di Lauh Mahfudz dan
semisalnya. Umpama usia si fulan tertulis dalam Lauh Mahfuzh berumur 60 tahun.
Akan tetapi jika dia menyambung silaturahim, maka akan mendapatkan tambahan 40
tahun, dan Allah telah mengetahui apa yang akan terjadi padanya (apakah ia akan
menyambung silaturahim ataukah tidak). Inilah makna firman Allah Ta’ala ,
يَمْحُو
اللهُ مَايَشَآءُ وَيُثْبِتُ
Artinya: “Allah menghapuskan apa yang Dia
kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki).” (QS Ar
Ra’d:39).
Demikian
ini ditinjau dari ilmu Allah. Apa yang telah ditakdirkan, maka tidak akan ada
tambahannya. Bahkan tambahan tersebut adalah mustahil. Sedangkan ditinjau dari
ilmu makhluk, maka akan tergambar adanya perpanjangan (usia).
Dan
yang ketiga. Yang dimaksud, bahwa namanya tetap
diingat dan dipuji. Sehingga seolah-olah ia tidak pernah mati. Demikianlah yang
diceritakan oleh Al Qadli, dan riwayat ini dha’if (lemah) atau bathil. Wallahu a’lam.
Demikian pula
Syaikhul Islam berkomentar tentang permasalahan ini dengan pernyataan beliau :
Adapun firman Allah
Ta’ala ,
وَمَايُعَمَّرُ
مِن مُّعَمَّرٍ وَلاَيُنقَصُ مِنْ عُمُرِهِ …..
Artinya: “Dan sekali-kali tidak diperpanjang
umur seorang yang berumur panjang, dan tidak pula dikurangi umurnya…… ”
(QS Fathir:11).
Bermakna
umur manusia tidak akan diperpanjang, dan tidak pula akan dikurangi. Adapun
maksud diperpanjangan dan pengurangan disini, bermakna dua hal, yaitu :
Pertama.
Si fulan berumur panjang, sedangkan lainnya berumur pendek. Maka pengurangan
umur di sini merupakan kekurangannya dibanding yang lainnya, sebagaimana orang
yang panjang umurnya berumur panjang dan yang lain berumur pendek. Maka
pengurangan umurnya menunjukkan dia lebih pendek dibandingkan yang pertama
sebagaimana perpanjangan merupakan tambahan dibanding yang lainnya.
Kedua.
Bisa jadi makna kurang disini ialah kurang dari umur yang telah ditentukan,
sebagaimana yang dimaksud dengan tambahan adalah tambahan dari umur yang telah
ditentukan. Sebagaimana dalam Shahihain dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau bersabda,
مَنْ
سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ
فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang suka dilapangkan
rizkinya dan diakhirkan ajalnya, maka sambunglah silaturahim.”
Sebagian
orang berkata, yang dimaksud adalah barakah dalam umurnya dengan beramal dengan
waktu yang singkat sesuatu yang diamalkan oleh orang lain dalam waktu yang
lama. Mereka beralasan, karena rizki dan ajal telah ditakdirkan dan ditentukan.
Maka dikatakan kepada mereka, bahwa barakah tadi bermakna tambahan dalam amal
dan manfaat. Padahal hal tersebut juga telah ditakdirkan. Bahkan ketentuan
tersebut meliputi semua hal.
Jawaban
yang benar ialah : Bahwa Allah telah menetapkan ajal hamba dalam catatan
malaikat. Apabila ia menyambung silaturahim, maka akan ditambahkan pada apa
yang tertulis dalam catatan malaikat tersebut. Jika ia melakukan amalan yang
menyebabkan umurnya berkurang, maka akan dikurangkan dari apa yang telah
tertulis tersebut. Pandangan ini berdasarkan apa yang ada dalam Sunan Tirmidzi
dan lainnya dari Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam , beliau bersabda,
أَنَّ آدم لَمَّا طَلَبَ مِنَ اللهِ أَنْ
يُرَيَهُ صُوْرَةَ الأَنْبِيَاءِ مِنْ ذُرِّيَتِهِ فَأَرَاهُ إِيَاهُمْ فَرَأَى
فِيْهِمْ رَجُلاً لَهُ بَصِيْصٌ فَقَالَ مَنْ هَذَا يَا رَبِّ؟ فَقَالَ ابْنُكَ
دَاوُد فَقَالَ فَكَمْ عُمْرُهُ؟ قَالََ أَرْبَعِوْنَ سَنَةً قَالَ وَكَمْ
عُمْرِيْ ؟ قَالَ أَلْفُ سَنَةٍ قَالَ فَقَدْ وَهَبْتُ لَهُ مِنْ عُمْرِي سِتِّينَ
سَنَةً فَكَتَبَ عَلَيْهِ كِتَابٌ وَشَهِدَتْ عَلَيْهِ الْمَلاَئِكَةُ فَلَمَّا
حَضَرَتِ الْوَفَاةُ قَالَ قَدْ بَقِيَ مِنْ عُمْرِي سِتُُّوْنَ سَنَةً قَالُوْا
قَدْ وَهَبْتَهَا لإِبْنِكَ دَاوُدَ فَأَنْكَرَ ذَلِكَ فَأَخْرَجُوْا الْكِتَابَ
قَالَ النَّبِيِّ : فنُسِّيَ آدَمُ فَنُسِّيَتْ ذُرِّيَّتُهَُوَجَحَدَ آدَمُ
فَجَحَدَتْ ذُرِّيَّتُهُ
Artinya: “Sesungguhnya Adam ketika meminta
kepada Allah agar diperlihatkan kepadanya wajah-wajah para nabi dari
keturunannya, maka Allah pun memperlihatkannya. Kemudian dia melihat seorang
laki-laki yang memiliki cahaya. Adam bertanya,”Ya Rabbi, siapakah ini?” Allah
menjawab,”Anakmu, Daud.” Lalu beliau bertanya lagi,”Berapa umurnya?” Dijawab,”Umurnya
40 tahun” , beliau bertanya lagi,”Berapa umur saya?” Dijawab,”Seribu tahun”,
Adam berkata,”Saya berikan enam puluh tahun umur saya kepadanya.” Maka ditulis
atasnya suatu kitab yang disaksikan oleh malaikat. Sehingga ketika akan
meninggal dia berkata,”Umur saya masih tersisa enam puluh tahun.” Malaikat
menjawab,”Kamu telah memberikannya kepada anakmu Daud.” Lalu Adam
mengingkarinya dan dikeluarkanlah kitab tadi. Nabi Shallallahu’Alaihi Wasallam
bersabda, “Adam telah lupa, maka anak keturunannya pun (punya sifat) lupa. Dan
Adam telah mengingkari, maka anak keturunannya pun (punya sifat) mengingkari.”
Dan
telah diriwayatkan, bahwa umur Adam disempurnakan. Demikian juga umur Daud
telah ditetapkan empat puluh tahun, kemudian ditambah*) enam puluh tahun. Inilah
makna perkataan Umar, ”Ya Allah jika Engkau telah menulis, bahwa saya termasuk
orang yang sengsara, maka hapuslah dan tulis saya sebagai orang yang
berbahagia, karena Engkau menghapus apa yang Engkau kehendaki dan menetapkan
(apa yang Engkau kehendaki).” Allah telah mengetahui apa yang sudah terjadi,
yang sedang terjadi dan yang belum terjadi, dan seandainya terjadi bagaimana
cara terjadinya. Allah mengetahui apa yang telah ditulis bagi seorang hamba,
dan apa yang akan ditambahkan kepadanya. Sedangkan para malaikat tidak mengetahui,
kecuali apa yang telah Allah beritahukan kepada mereka. Allah mengetahui segala
sesuatu sebelum dan sesudah terjadinya. Oleh karena itu para ulama mengatakan,
bahwa penghapusan dan penetapan itu terjadi pada catatan malaikat. Adapun ilmu
Allah, maka tidak akan berbeda dan tidak ada yang baru yang belum diketahuinya.
Sehingga tidak ada penghapusan dan penetapan.
Ajal
itu ada dua. Ajal mutlak dan ajal muqayyad.
Dengan ini maka jelaslah makna sabda Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam ,
مَنْ
سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ
فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang suka dilapangkan
rizkinya dan diakhirkan ajalnya, maka sambunglah silaturrahim.”
Karena
Allah memerintahkan malaikat untuk menulis ajal seseorang, kemudian berfirman
(yang artinya), “Apabila dia
menyambungkan silaturahmi, maka tambah sekian dan sekian.” Dan
malaikat tidak mengetahui, apakah akan ditambahkan ataukah tidak. Sedangkan
Allah mengetahui apa yang akan terjadi. Sehingga apabila datang waktunya, maka
tidak bisa dimajukan ataupun dimundurkan.
Ibnu
Hajar Rahimahullah
menjawab permasalahan ini, ”Berkata Ibnu Tin, ‘Secara lahiriah, hadits ini
bertentangan dengan firman Allah,
وَلِكُلِّ
أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لاَيَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً
وَلاَيَسْتَقْدِمُونَ
Artinya: “Maka apabila telah datang ajal
mereka, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat
(pula) memajukannya.” (QS Al A’raf:34).
Untuk
mancari titik temu kedua dalil tersebut dapat ditempuh melalui dua jalan.
Pertama, tambahan (umur) yang dimaksud yaitu kinayah dari usia yang diberi
berkah, karena mendapat taufiq (kemudahan) menjalankan ketaatan, menyibukkan
waktunya dengan hal yang bermanfaat di akhirat, serta menjaga waktunya dari
kesia-siaan. Hal ini seperti sabda Nabi Shallallahu’Alaihi
Wasallam , bahwa umur umat ini lebih pendek dibandingkan umur
umat-umat yang terdahulu. Tetapi kemudian Allah menganugerahi lailatul qadar
(malam qadar).
Kesimpulannya,
silaturahim dapat menjadi sebab mendapatkan taufiq (kemudahan) menjalankan
ketaatan dan menjaga dari kemaksiatan. Sehingga namanya akan tetap dikenang.
Seolah-olah seseorang itu tidak pernah mati. Dan di antara hal yang bisa
mendatangkan taufiq, yaitu ilmu yang bermanfaat bagi orang setelahnya, shadaqah
jariyah dan anak keturunan yang shalih.
Kedua,
tambahan itu secara hakikat atau sesungguhnya. Hal itu berkaitan dengan ilmu
malaikat yang diberi tugas mengenai umur manusia. Adapun yang ditunjukkan oleh
ayat pertama di atas, maka hal itu berkaitan dengan ilmu Allah Ta’ala .
Umpamanya dikatakan kepada malaikat, umur si fulan 100 tahun jika ia menyambung
silaturahmi, dan 60 tahun jika ia memutuskannya.
Dalam
ilmu Allah telah diketahui, bahwa fulan tersebut akan menyambung atau
memutuskan silaturahim, maka yang ada dalam ilmu Allah tidak akan maju atau
mundur, sedangkan yang ada dalam ilmu malaikat itulah yang mungkin bisa
bertambah atau berkurang. Demikianlah yang diisyaratkan oleh firman Allah,
يَمْحُو
اللهُ مَايَشآءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ
Artinya: “Allah menghapuskan apa yang Dia
kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisiNya-lah tedapat
Ummul Kitab (Lauh Mahfudz).” (QS Ar Ra’d:39).
Jadi,
yang dimaksud dengan menghapuskan dan menetapkan dalam ayat itu ialah yang ada
dalam ilmu malaikat. Adapun yang ada di Lauh Mahfuzh itu, merupakan ilmu Allah
yang tidak akan ada penghapusan (perubahan) selama-lamanya. Itulah yang disebut
dengan al qadha al mubram (takdir
atau putusan yang pasti). Sedangkan yang pertama (ilmu malaikat) disebut al qadha al mu’allaq
(takdir atau putusan yang masih menggantung).
Yang
pertama tampak lebih cocok dengan lafadz hadits di atas. Karena al atsar ialah sesuatu
yang mengikuti yang lain. Apabila diakhirkan, maka menjadi baik untuk
membawanya kepada keharuman nama setelah meninggalnya. Ath Thibbi berkata,
”Jalan yang pertama lebih jelas…”
Berdasarkan
nukilan ini, jelaslah, bahwa para ulama Rahimahumullah
mempunyai tiga pendapat dalam menafsirkan penambahan umur. Pendapat pertama,
barakah. Pendapat kedua, perpanjangan hakiki atau sesungguhnya. Pendapat
ketiga, keharuman nama setelah meninggalnya.
Akhirnya,
inti yang wajib kita jadikan jalan keluar dari perselisihan makna memanjangkan
umur baik bermakna hakikat ataupun majaz (kiasan), yaitu memperpanjang umur
tersebut dengan menggunakan dan menghabiskannya untuk mendapatkan tambahan
kebaikan. Adapun seseorang yang panjang umurnya tetapi jelek amalannya, maka ia
termasuk sejelek-jelek orang, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
dalam hadits Abu Bakrah Radhiyallahu’anhu.
Keutamaan
inipun dikuatkan dengan hadits Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu’anhu dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam,
yang berbunyi,
صِلَةُ
الرَّحِمِ تَزِيْدُ الْعُمُرَ
Artinya: “Silaturahim bisa menambah umur.”
Keutamaan
silaturahmi yang lainnya, dijelaskan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam banyak
hadits. Diantaranya ialah :
Pertama.
Silaturahmi merupakan salah satu tanda dan kewajiban iman. Sebagaimana
dijelaskan Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam dalam hadits Abu Hurairh, beliau bersabda,
وَمَنْ
كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah
dan hari akhir, hendaklah bersilaturahmi.” (Mutafaqun ‘alaihi).
Kedua.
Mendapatkan rahmat dan kebaikan dari Allah Ta’ala . Sebagaimana sabda beliau Shallallahu’alaihi Wasallam
,
خَلَقَ
اللَّهُ الْخَلْقَ فَلَمَّا فَرَغَ مِنْهُ قَامَتْ فَقَالَتْ هَذَا مَقَامُ
الْعَائِذِ بِكَ مِنْ الْقَطِيعَةِ قَالَ أَلَا تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ
وَصَلَكِ وَأَقْطَعَ مَنْ قَطَعَكِ قَالَتْ بَلَى يَا رَبِّ
Artinya: “Allah menciptakan makhlukNya, ketika
selesai menyempurnakannya, bangkitlah rahim dan berkata,”Ini tempat orang yang
berlindung kepada Engkau dari pemutus rahim.” Allah menjawab, “Tidakkah engkau
ridha, Aku sambung orang yang menyambungmu dan memutus orang yang memutusmu?”
Dia menjawab,“Ya, wahai Rabb.”” (Mutafaqun ‘alaihi).
Ibnu
Abi Jamrah berkata, “Kata ‘Allah menyambung’, adalah ungkapan dari besarnya
karunia kebaikan dari Allah kepadanya.”
Sedangkan
Imam Nawawi menyampaikan perkataan ulama dalam uraian beliau,“Para ulama
berkata, ‘hakikat shilah adalah kasih-sayang dan rahmat. Sehingga, makna kata
‘Allah menyambung’ adalah ungkapan dari kasih-sayang dan rahmat Allah.”
Ketiga.
Silaturahmi adalah salah satu sebab penting masuk syurga dan dijauhkan dari api
neraka. Sebagaimana sabda beliau Shallallahu’alaihi
Wasallam,
Artinya: “Dari Abu Ayub Al Anshari, beliau
berkata, seorang berkata,”Wahai Rasulullah, beritahulah saya satu amalan yang
dapat memasukkan saya ke dalam syurga.” Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam
menjawab,“Menyembah Allah
dan tidak menyekutukanNya, menegakkan shalat, menunaikan zakat dan
bersilaturahmi.”” (Diriwayatkan oleh Jama’ah).
Silaturahmi
adalah ketaatan dan amalan yang mendekatkan seorang hamba kepada Allah Ta’ala,
serta tanda takutnya seorang hamba kepada Allah. Sebagaimana firman Allah
Ta’ala (yang artinya), “Dan
orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya
dihubungkan, dan mereka takut kepada Rabbnya dan takut kepada hisab yang buruk.”
(QS Arra’d 13:21).
Demikianlah
sebagian keutamaan silaturahim. Tentunya tidak seorangpun dari kita yang ingin
melewatkan keutamaan ini. Apalagi bila melihat akibat buruk dan adzab pedih
yang Allah Ta’ala siapkan bagi orang yang memutus tali silaturahim. Karenanya,
orang-orang shalih dari pendahulu umat ini membiasakan diri menyambung
silaturahim, walaupun sulit sarana komunikasi pada jaman mereka. Sedangkan pada
zaman sekarang ini, dengan tercukupinya sarana transportasi dan komunikasi,
semestinya membuat kita lebih aktif melakukan silaturahim. Kemudahan yang Allah
Ta’ala berikan kepada kita tersebut, hendaknya dipergunakan untuk silaturahim.
Mungkin salah seorang dari kita melakukan perjalanan ke negeri yang jauh untuk
wisata, akan tetapi dia merasa berat untuk mengunjungi salah seorang kerabatnya
yang masih satu kota dengannya -kalau tidak saya katakan satu daerah dengannya-
padahal paling tidak hubungan tersebut dapat dilakukan dengan hanya mengucapkan
salam.
Ibnu
Abbas Radhiyallahu’anhu
meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda,
بَلُوْا
أَرحَامَكُمْ وَلَوْ بِالسَّلاَمِ
Artinya: “Sambunglah keluargamu meskipun dengan
salam.”
Mungkin
ada yang mengatakan, di antara penyebab terputusnya silaturahmi ialah banyaknya
kesibukan manusia pada hari ini dan keluasan wilayah. Tetapi orang yang
memperhatikan keadaan semisal Abu Bakar dan Umar Al Faruq Radhiyallahu’anhuma . Pada
masa pemerintahannya, meskipun banyak beban yang harus dipikul di pundak mereka
dan belum lengkapnya sarana transformasi dan komunikasi modern, akan tetapi
mereka tetap memiliki waktu untuk mengunjungi kerabatnya dan membantu
tetangganya. Sedangkan diri kita sering mengunjugi dan bercengkrama dengan
sahabat-sahabat, tetapi tidak pernah memasukkan ke dalam agenda kegiatan untuk
berkunjung ke salah satu kerabat, meskipun satu kali dalam sebulan.
Tampaknya
sebab utama yang menghalangi kita bersilaturahim, karena buruknya pengaturan
dan manajemen waktu. Atau karena kita kurang begitu mengerti besarnya dosa
memutus silaturahim. Kemudian dengan kesibukan yang berlebihan dalam kehidupan
dunia,. hingga kita mendapati seseorang bekerja pada pagi hari. Setelah itu
menyibukkan diri dengan pekerjaan lain pada sisa harinya. Padahal sudah
berkecukupan dalam hal rizki. Lantas, mengabaikan hak-hak keluarga, anak-anak,
kedua orang tua dan kerabatnya.
KEUTAMAAN
SILATURAHMI DAN ANCAMAN MENINGGALKANNYA
Silaturahmi merupakan perintah Allah dan
Rasul-Nya, apa bila kita melaksanakan perintah tersebut disamping kita
mendapatkan pahala juga akan mendapatkan keutamaan-keutamaan yang sangat banyak
sekali, diantara keutamaan tersebut adalah :
1. Silaturahmi
merupakan sebagian dari konsekuensi iman dan tanda-tandanya
Dari Abu Hurairah ra oa berkata,
Rasulullah saw bersabda : "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhir maha hendaklah ia menyambung hubungan
silaturahmi". (HR Bukhori dan Muslim)
2. Silaturahmi
adalah penyebab bertambah umur dan luas rizqi
Dari Abu Hurairah ia berkata: Aku
mendengar Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang senang diluaskan
rizqinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung hubungan
silaturahmi" (HR Bukhori dan Muslim)
3. Silaturahmi
menyebabkan adanya hubungan Allah swt bagi orang yang menyambungnya
"Sesungguhnya Allah swt
menciptakan makhluk, hingga apabila Dia swt selesai dari (menciptakan) mereka,
rahim berdiri seraya berkata: ini adalah kedudukan orang yang berlindung
dengan-Mu dari memutuskan.' Dia swt berfirman: 'Benar, apakah engkau ridha
bahwa Aku menyambung orang yang menyambung engkau dan memutuskan orang yang
memutuskan engkau? Ia menjawab, 'Bahkan.' Dia I berfirman, 'Itulah untukmu.'
4. Akan
selalu berhubungan dengan Allah SWT
Dari Aisyah ra berkata, Rosulullah saw
bersabda, "Silaturahmi itu tergantung di `Arsy (Singgasana Allah) seraya
berkata: "Barangsiapa yang menyambungku maka Allah akan menyambung
hubungan dengannya, dan barangsiapa yang memutuskanku maka Allah akan memutuskan
hubungan dengannya" (HR. Bukhari dan Muslim).
5. Silaturahmi
merupakan salah satu penyebab utama masuk surga dan jauh dari neraka
Dari Abu Ayyub al-Anshari ra,
sesungguhnya seorang laki-laki berkata: Ya Rasulullah, ceritakanlah kepadaku
amalan yang memasukkan aku ke dalam surga dan menjauhkan aku dari neraka. Maka
Nabi saw bersabda : "Engkau menyembah Allah swt dan tidak menyekutukan
sesuatu dengan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menyambung tali
silaturahmi" (HR Bukhari dan Muslim)
6. Silaturahmi
merupakan ketaatan kepada Allah swt dan ibadah besar, serta petunjuk takutnya
hamba kepada Rabb-Nya
Firman Allah swt : "Dan
orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya
dihubungkan, dan mereka takut kepada Rabbnya dan takut kepada hisab yang
buruk" (QS. Ar-Ra'd :21)
7. Silaturahim
merupakan amalan yang paling dicintai oleh Allah SWT
Dari seorang laki-laki dari Khos’amm
berkata : saya mendatangi Rasulullah sawsedangkan beliau sedang bersama salah
seorang sahabatnya, aku berkata : kamu mengaku bahwa engkau adalah Rasulullah?
Rasulullah saw menjawab : “iya”, aku bertanya : amalan apa yang paling dicintai
Allah swt. Beliau menjawab ; “Beriman kepada Allah swt ”, aku bertnya lagi,
kemudian apa lagi ? beliau menjawab : “kemudian menyambung silaturahmi”. (HR
Abu Ya’la dengan sanan Jayyid)
8. Sesungguhnya
ganjaran silaturahmi lebih besar dari pada memerdekakan budak
Dari Ummul mukminin Maimunah binti
al-Harits radhiyallahu 'anha, bahwasanya dia memerdekakan budak yang
dimilikinya dan tidak memberi kabar kepada Nabi saw sebelumnya, maka tatkala
pada hari yang menjadi gilirannya, ia berkata: Apakah engkau merasa wahai
Rasulullah bahwa sesungguhnya aku telah memerdekakan budak (perempuan) milikku?
Beliau bertanya: "Apakah sudah engkau lakukan?" Dia menjawab: Ya.
Beliau bersabda: "Adapun jika engkau memberikannya kepada paman-pamanmu
niscaya lebih besar pahalanya untukmu." (HR Bukhori dan Muslim)
9. Di
antara besarnya ganjaran silaturahmi, sesungguhnya sedekah terhadap keluarga
sendiri tidak seperti sedekah terhadap orang lain
Dari Salman bin 'Amir ra, dari Nabi saw
beliau bersabda: "Sedekah terhadap orang miskin adalah sedekah dan
terhadap keluarga sendiri mendapat dua pahala: sedekah dan silaturahmi."
(HR Tirmidzi)
Demikian pula dengan hadits Zainab
ats-Tsaqafiyah, istri Abdullah bin Mas'ud ra, ketika ia pergi dan bertanya
kepada Nabi saw: Apakah boleh dia bersedekah kepada suaminya dan anak-anak
yatim yang ada dalam asuhannya? Maka Nabi saw bersabda: "Untuknya dua
pahala, pahala kekeluargaan dan pahala sedekah." (HR Bukhari dan Muslim)
Dan sebaliknya apabila meninggalkan
silaturahmi maka akan mendapatkan ancaman dan akibat yang diperoleh. Diantara
ancaman memutuskan silaturahmi adalah :
1. Tidak
akan diterima amalnya
Dari Abu Hurairah ra berkata, saya
mendengar Rasulullah saw bersabda “ “sesungguhnya perbuatan anak cucu adam
diperlihatkan pada setiap kamis malam jumat, maka tidak akan diterima amalnya
orang yang memutus tali silaturahmi”. (HR Ahmad)
2. Akan
terputus hubungannya dengan Allah SWT
Rosulullah saw bersabda, dan barangsiapa
yang memutuskanku maka Allah akan memutuskan hubungan dengannya" HR.
Bukhari, dan Muslim.
3. Tidak termasuk golongan
yang beriman kepada Allah swt dan hari akherat
Karenasalah satu tanda keimanan
seseorang adalah senantiasa meghubungkan silaturahmi.
4.
Akan dilaknat oleh Allah dan dimasukan kedalam neraka jahanam
Allah swt berfirman : “ orang-orang
yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa
yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan Mengadakan kerusakan di bumi,
orang-orang Itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang
buruk (Jahannam) (QS Ar’Rad : 25)
“ Maka Apakah kiranya jika kamu
berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan
kekeluargaan? mereka Itulah orang-orang yang dila'nati Allah dan ditulikan-Nya
telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka.”(QS Muhammad 22-23)
5.
Tidak masuk surga
Dari Jubair bin Mut?im ra sesungguhnya
Rosulullah saw bersabda, " Tidak akan masuk surga orang yang memutus
hubungan.". Sufyan berkata : “yaitu yang memutus hubungan tali
silaturahmi” (HR. Bukhari dan Muslim).
KESIMPULAN
Ø Silaturahmi
merupakan ibadah yang sangat agung, mudah dan membawa berkah.
Ø Keutamaan
silahturahmi :
1. Silaturahmi merupakan sebagian dari konsekuensi iman
dan tanda-tandanya
2. Silaturahmi adalah penyebab bertambah umur dan luas
rizqi
3. Silaturahmi menyebabkan adanya hubungan Allah swt
bagi orang yang menyambungnya
4. Akan selalu berhubungan dengan Allah SWT
5. Silaturahmi merupakan salah satu penyebab utama
masuk surga dan jauh dari neraka
6. Silaturahmi merupakan ketaatan kepada Allah swt dan
ibadah besar, serta petunjuk takutnya hamba kepada Rabb-Nya
7. Silaturahim merupakan amalan yang paling dicintai
oleh Allah SWT
8. Sesungguhnya ganjaran silaturahmi lebih besar dari
pada memerdekakan budak
9. Di antara besarnya ganjaran silaturahmi,
sesungguhnya sedekah terhadap keluarga sendiri tidak seperti sedekah terhadap
orang lain
Ø Ancaman
meninggalkan silahturahmi :
1. Tidak akan diterima amalnya
2. Akan terputus hubungannya dengan Allah SWT
3. Tidak termasuk golongan yang beriman kepada Allah
swt dan hari akherat.
4. Akan dilaknat oleh Allah dan dimasukan kedalam
neraka jahanam.
5. Tidak masuk surga